Di suatu desa, terdapat seorang anak bernama Fajar. Fajar adalah seorang anak sekolah dasar kelas 5. Ia tinggal di sebuah rumah kecil bersama ayah dan ibunya. Ayah Fajar merupakan seorang penggembala sapi dan ibunya adalah seorang ibu rumah tangga yang baik. Ayahnya yang hanya seorang penggembala sapi tidak punya uang cukup untuk menyekolahkan anaknya sampai kuliah, bahkan untuk masuk SMP pun ayahnya belum bisa memastikan. Fajar merupakan anak tunggal yang sangat disayangi oleh kedua orangtuanya.
Seusai Fajar pulang sekolah, Ia langsung pergi menggembala sapi dengan ayahnya. Dengan wajah gembira, ia menggembala 3 ekor sapi bersama ayahnya. Mereka biasanya pergi ke sebuah bukit yang ditumbuhi rumput yang segar dan Fajar selalu beristirahat di bawah pohon sambil melihat sapinya yang sedang makan. Kurang lebih itulah keseharian Fajar.
Suatu hari, paman Fajar, Agus datang ke rumah Fajar untuk melihat keadaan keluarga kakaknya, yaitu ayah Fajar. Kemudian ia bertemu Fajar yang ketika itu akan pergi menggembala.
“Hai Fajar, bagaimana keadaanmu?” Sapa Agus
“Baik om, ada urusan apa om?” Fajar membalas bertanya
”Nggak, mampir aja. Kamu mau kemana? Kok sibuk begitu?” tanya pamannya heran akan kesibukan Fajar
”Mau menggembala sapi, om.” jawab Fajar dengan semangat
”Om boleh ikut nggak?” tanya lagi
”Boleh om, kebetulan ayah juga lagi pergi . Jadi, om bisa nemenin saya.” jawab Fajar gembira
Seperti biasa, Ia menggembala sapi di bukit itu dan ia beristirahat, tetapi kali ini ditemani pamannya. Pamannya berbicara tentang kehidupannya di kota yang membuat Fajar tertarik. Fajar juga meminjam telepon genggam pamannya, dan ia kaget setelah melihat sapi yang ada di suatu foto di HP pamannya. Sapi yang Fajar lihat di foto itu gemuk, berwarna coklat ada corak putih di sekitar kepala. Berbeda sekali jika dibandingkan dengan sapinya yang putih kusam, kurus bahkan sampai terlihat tulang rusuk dibalik kulitnya yang tebal. Foto itu berlatar belakang suatu padang rumput yang luas, berbukit-bukit dan terdapat hutan jauh di belakang sapi itu. Tempat itu berada di selandia baru tepatnya di peternakan Anna Creek station yang merupakan peternakan terbesar di dunia. Paman Fajar memang sering pergi ke selandia baru karena urusan kerja.
Setahun setelah kejadian itu, Fajar masih teringat foto yang ditunjukkan pamannya. Ia terus memperkuat imajinasinya dan mulai berani untuk membuat padang rumput yang dia inginkan yaitu sebuah peternakan, dalam pikirannya tentunya. Fajar adalah seorang anak yang pintar dan pandai bergaul. Ia selalu menjadi juara pertama dalam setiap pembagian rapot. Beberapa bulan lagi, Fajar akan lulus dari Sekolah Dasar. Ia belum tahu apakah akan melanjutkan ke SMP atau tidak. Kemudian ayah Fajar mendatanginya.
”Nak, kamu ingin melanjutkan sekolah kamu ke SMP?” Tanya ayahnya yang bernama Iqbal
”em.... mau, yah” jawab Fajar dengan perasaan kasihan terhadap ayahnya yang kurang mampu
”Baiklah. Nanti ayah akan daftarkan kamu ke suatu SMP di dekat kota sana. Tetapi kamu harus belajar yang rajin ya, nak” ayahnya menasihati
”Terima kasih, yah” jawab Fajar
Hampir tidak ada kegembiraan di wajah Fajar. Hal itu disebabkan karena ia berpikir tentang kondisi keluarganya yang kurang mampu apalagi jika Fajar bersekolah SMP.
Beberapa bulan kemudian, Fajar lulus dengan baik dan masuk SMP yang ayahnya janjikan. Ketika ia sampai di SMP itu, Ia terkejut dengan bangunan SMP itu yang bersih, megah dan nyaman. Langsung terlintas di pikiran Fajar uang yang harus ayahnya keluarkan untuk menyekolahkannya di sana. Seusai sekolah, ia pulang ke rumah dan ayahnya bertanya kepada Fajar tentang sekolahnya. Fajar menjawab dengan senang. Sejak saat itu, malam hari Fajar sering pergi ke bukit yang biasa ia kunjungi untuk merenung akan ayahnya yang berusaha keras untuk mencari uang. Belakangan ini ayah Fajar memang sering pergi entah kemana sebelum menggembala dengan Fajar.
Dua tahun kemudian, Fajar yang baru naik ke kelas 3 SMP harus menerima berita buruk dari ibunya bahwa ayahnya sakit. Beberapa hari kemudian ayahnya pulang ke rumah setelah diijinkan dokter. Tetapi ayahnya masih menderita sakit yang tidak diketahui penyebabnya dan penyakitnya disebabkan oleh kurang memadainya teknologi dan kemampuan dokter di rumah sakit itu. Akhirnya, ayahnya hanya bisa berbaring di tempat tidur tanpa bekerja apa pun. Fajar pun memutuskan untuk putus sekolah disebabkan tidak bisa membiayai sekolah. Beberapa hari setelah kejadian itu, Agus mengajak Fajar untuk pergi ke kota, tentunya atas persetujuan orangtuanya. Fajar bersekolah hingga lulus SMA dibiayai oleh Agus. Fajar selalu mengirim surat setiap sebulan sekali ke rumahnya di desa. Ia mencoba untuk masuk ke suatu universitas melalui jalur beasiswa karena Agus sudah tidak membiayai sekolahnya agar Fajar mandiri. Ia diterima dengan nilai paling baik sehingga ia tidak perlu membayar untuk kuliah. Tetapi, ia masih harus membiayai hidupnya. Akhirnya ia membuat usaha kecil-kecilan dengan kemampuan komunikasinya yang baik. Uang yang ia peroleh cukup banyak dan Fajar mulai mengirimkan uang ke orangtuanya bersama surat yang setiap bulan ia kirim.
Dalam kesehariannya, Fajar masih sering memikirkan tentang foto yang ia lihat dulu waktu masih SD. Sekarang, ia mulai menempelkan beberapa foto peternakan-peternakan dari seluruh dunia di dinding tempat ia tinggal. Ia mulai merangkai kembali impian masa kecilnya. Ia menyisihkan uang hasil bisnisnya untuk pergi mengunjungi peternakan di Indonesia. Dalam kunjungannya, ia selalu ditemani sahabatnya yang bernama Iwan. Setelah selesai mengunjungi suatu peternakan, Fajar selalu menulis hasil laporan kunjungannya layaknya membuat laporan setelah selesai eksperimen. Laporan yang ia tulis, hampir setiap hari dibaca. Ia begitu tertarik akan sebuah peternakan, ia bercita-cita untuk membuat suatu peternakan yang dapat menyembuhkan keterpurukan persediaan daging di Indonesia. Ia juga bercita-cita untuk membuat peternakan di luar negeri, tepatnya di selandia baru. Setelah ia lulus dari universitas bersama dengan Iwan. Sebenarnya, banyak perusahaan bahkan perusahaan asing yang menawarkan Fajar untuk dipekerjakan. Tetapi Fajar menolak semuanya dan ia mulai melangkah di jalan impiannya. Ya, dia mulai membuat satu peternakan kecil dengan meminjam uang dari bank. Tentunya bersama sahabatnya Iwan yang telah mengagunkan rumahnya sebagai jaminan pinjaman ke bank. Peternakan itu seluas satu hektar dan terdapat sekitar 200 ekor sapi disana, hampir 80% dari sapi itu adalah betina. Pendapatan memuncak ketika lebaran, permintaan untuk sapi potong sangat banyak. Pada saat itu mereka berhasil menjual sekitar 100 ekor sapi dan pendapatan yang diperoleh digunakan untuk membeli tanah dan membuat peternakan lagi, begitu seterusnya.
Lima tahun setelah memulai bisnis peternakan. Iwan dan Fajar membuat lagi suatu peternakan dan mereka membeli tanah di daerah dekat rumah Fajar. Fajar sangat bersemangat ketika mengurus peternakan yang satu ini, karena ia bisa sekalian menjenguk ayah dan ibunya. saat ia datang ke daerah itu, ia langsung teringat masa kecilnya. Saat ia menggembala sapi yang hanya beberapa ekor. Berbeda dengan sekarang yang sudah mempunyai peternakan sendiri. Setelah selesai mengurus surat tanah, ia langsung bergegas menuju rumah masa kecilnya. Setelah ia sampai, orangtuanya terkejut karena Fajar sama sekali tidak memberitahu kedatangannya. Saat ia lihat ayahnya yang masih terkulai lemah di tempat tidur. Ia langsung ingin membawanya ke rumah sakit. Ia pun bersama kedua orangtuanya pergi ke rumah sakit ternama di Ibukota. Ayah Fajar akhirnya dirawat ditemani ibunya. Fajar harus selalu mengawasi peternakannya yang cukup banyak dan berkembang.
Suatu hari, Fajar dan Iwan sedang membangun peternakan pertamanya di luar pulau jawa. Ini merupakan langkah awal bagi mereka untuk menguasai pasar sapi potong di seluruh indonesia. Tetapi pada hari itu, Fajar mendapat berita buruk dari ibunya. Ayahnya dalam kondisi kritis yang tidak diketahui penyebabnya. Fajar pun langsung ”terbang” ke jakarta untuk melihat kondisi ayahnya yang sedang kritis. Di pesawat, ia sangat khawatir akan keadaan ayahnya. Ia berdoa agar ayahnya yang sangat ia cintai itu sembuh. Dalam perjalanan ke rumah sakit ia terus berdoa. Sesampainya di rumah sakit, saat ia ingin masuk pintu kamar ayahnya, terdengar suara tangisan ibunya dan dokter pun keluar dari kamar itu dan memberitahu bahwa ayahnya telah meninggal. Betapa sedihnya Fajar, ia hanya terdiam di tempat ia berdiri. Ia mulai memutar memori otaknya, ia mulai mengingat saat-saat dimana ia menggembala bersama ayahnya, saat-saat dimana ayahnya menjanjikan sekolah kepadanya, saat-saat dimana ayahnya jatuh sakit karena bekerja keras untuk menyekolahkannya. Fajar mulai menitikkan air matanya. Ia berpikir dirinya sama sekali belum bisa membahagiakan ayahnya, bahkan ia berpikir bahwa penyebab meninggal ayahnya adalah dia. Karena kerja keras ayahnya untuk menyekolahkannya itu menyebabkan ayahnya sakit.
Semenjak itu, Fajar berada di rumahnya yang dulu dan setiap hari selalu pergi ke bukit yang biasa ia datangi semasa kecil. Ia hanya merenung, membayangkan dirinya yang tidak berguna untuk ayahnya. Ia selalu membayangkan ayahnya sedang menggembala sapi di depannya seperti ketika ia masih kecil dulu. Dua bulan semenjak ayahnya meninggal Iwan pergi menemui Fajar. Ia melihat Fajar yang sedang memandang ke hamparan rumput dengan mata kosong seolah tak berjiwa. Ia kemudian menyapanya.
“Hai, sedang apa kau disini?” tanya Iwan dengan lembut
“Melihat masa kecil, melihat ayahku....” jawab Fajar dengan sedih
Iwan mulai berpikir untuk mengajak Fajar kembali ke impian masa kecilnya yaitu suatu peternakan di selandia baru selatan. Iwan pun mengajak Fajar.
“Apakah ayahmu akan bangga jika melihat anaknya seperti hilang kesadaran setelah ditinggal olehnya?” pancing Iwan
Fajar hanya diam sambl memalingkan wajahnya menjauhi Iwan.
“bagaimana kalau kita pergi ke tempat impianmu di Selandia baru sana? kemarin aku sudah mengirim pesan ke pemilik peternakan itu dan mereka akan senang kalau kita datang kesana” ajak Iwan dengan bersemangat
“terserahmu sajalah” kata Fajar menyetujui
Seminggu kemudian, mereka pergi ke Selandia baru. Setelah mendarat di Selandia baru, Fajar masih terlihat tidak bersemangat dan Ia pun tidur selama perjalanan ke peternakan yang ia tuju. Sesampainya disana, Iwan masuk ke peternakan dan berbincang-bincang dengan pemilik peternakan tanpa membangunkan Fajar terlebih dahulu. Setengah jam kemudian Fajar terbangun,. Ketika ia membuka pintu mobil, ia merasakan aroma padang rumput yang khas sangat berbeda dari yang selama ini dia rasakan saat menggembala sapi. Kemudian saat ia mulai melihat dengan jelas, apa yang selama ini dia bayangkan di benaknya sewaktu kecil benar-benar mirip dengan apa yang dilihatnya sekarang. Suasana nyaman, damai, dan bahagia. Saat ia terpana melihat suasana itu, Iwan hanya bisa tersenyum sebagai sahabat terbaiknya. Kemudian, Fajar mendatangi Iwan, memeluknya dan berterima kasih kepadanya akan dukungannya terhadap Fajar yang sangat terpukul atas kematian ayahnya.
Sejak saat itu, Fajar dan Iwan berhasil meningkatkan produksi daging di Indonesia dan peternakannya merupakan penghasil daging terbesar di Indonesia dan peternakannya pun sudah berada di beberapa negara yang mempunyai sapi terbaik seperti Selandia baru, Australia dan Swiss. Inilah kekuatan mimpi.